Call Me By Your Name (2017): Review
ππππ½
Menjadi film pertama yang mungkin menarik perhatian kritikus banyak untuk dijagokan di ajang penghargaan macam Golden Globes hingga Oscars, Call Me By Your Name pertama kali rilis pada Januari tahun lalu lewat festival Cannes. Sebagai penonton awam tentunya (terutama orang Indonesia yang kebanyakan belum open-minded) akan melewatkan film ini hanya karena homophobia. Tetapi terkadang film menawarkan sesuatu yang lebih dan hal tadi hanyalah media untuk menyampaikan pesan tersebut. Hal yang sama juga dirasakan Moonlight tahun lalu yang sebenarnya punya kisah mendalam soal cerita pertumbuhan seorang bocah hingga dewasa yang dipengaruhi lingkungan dan keluarganya. Kini, Call Me By Your Name memfokuskan pada coming-of-age story tentang pergejolakan jati diri sesungguhnya dari pemuda Jew Amerika yang tinggal di Italia Utara.
Elio, seorang pemuda Yahudi asal Amerika yang tinggal di Italia kedatangan tamu dari Amerika bernama Oliver yang diundang oleh ayahnya demi membantu urusan studi. Elio yang mana orang sederhana, penyuka musik dan membaca, yang saat itu sedang menjalin hubungan asmara dengan Marzia, malah mulai merasakan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya kepada Oliver yang mana sifatnya bertentangan. Namun tidak mudah mengingat semua itu adalah hal yang tidak wajar, sehingga dia mencoba memendam apa yang dia rasa dan menjalani kehidupannya berdampingan. Namun tentunya hal tidaklah segampang begitu dan mereka menemukan sesuatu yang mereka sadari dalam diri mereka masing-masing.
Sebagai penikmat universal, saya selalu menganggap sebuah karya adalah curahan hati dan ekspresi dari pembuat film maupun aktor yang memerankannya. Ada pendalaman yang luar biasa yang ditunjukkan oleh Elio dalam menghadapi pergejolakan kisah romantikanya dari seorang gadis cantik bernama Marzia terhadap pendatang dari Amerika bernama Oliver. Selain dialog dan chemistrynya, ada visual noir yang sudah mencegat pandangan sejak menit pertama. Keindahan Italia tergambarkan dengan indah mengiringi petualangan Elio sehari-hari. Dan seperti La La Land (another great movie), Call Me By Your Name menutup segalanya dengan sesuatu yang terlalu realitas dan menyentuh dengan kesederhanaannya. Sekali lagi, menikmati film tidaklah harus terlalu punya batasan. Jika kamu sudah duluan menilai karena satu hal, maka sudah yakin kamu sudah tidak akan suka dan melewatkan hal lainnya yang tentunya memberikan pandangan berbeda.
π₯ ABOUT
————————————————
Genre: Drama
Director: Luca Guadagnino
Cast: Armie Hammer, TimothΓ©e Chalamet, etc.
Runtime: 132 minutes
Production: Frenesy Film Company
MPAA Rating: R (Adult)

Komentar
Posting Komentar